--> Skip to main content

PPN atas Pembelian Tanah dan Bangunan: Apakah Bisa Dikreditkan?

namaguerizka.com Dalam sistem perpajakan di Indonesia, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan salah satu komponen pajak yang sering ditemui dalam transaksi jual beli barang atau jasa. Pertanyaan yang sering muncul adalah apakah PPN atas pembelian tanah dan bangunan dapat dikreditkan. Untuk menjawab hal ini, kita perlu memahami ketentuan dalam Undang-Undang PPN, aturan pendukungnya, serta tujuan transaksi yang dilakukan.

Dasar Hukum PPN atas Tanah dan Bangunan

Pengenaan PPN diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Berdasarkan ketentuan tersebut, tidak semua transaksi barang dan jasa dikenakan PPN. Terdapat beberapa objek yang dikecualikan dari pengenaan PPN, salah satunya adalah tanah.

Menurut Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 163/PMK.03/2012, tanah yang merupakan bagian dari properti (tanah dan bangunan) dianggap sebagai bukan barang kena pajak (BKP). Dengan demikian, transaksi atas tanah dalam konteks jual beli tidak dikenakan PPN. Namun, jika tanah tersebut dijual bersamaan dengan bangunan (seperti rumah atau gedung), bagian bangunan dapat dikenakan PPN karena termasuk dalam kategori barang kena pajak.

PPN yang Dapat Dikreditkan

Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 9 Undang-Undang PPN, Pajak Masukan (PPN yang dibayar atas pembelian barang atau jasa kena pajak) dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) dengan syarat:

1. Pajak Masukan tersebut berhubungan langsung dengan kegiatan usaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP).


2. Pajak Masukan terkait tidak dikecualikan oleh peraturan perundang-undangan.



Namun, dalam konteks pembelian tanah, karena tanah bukan merupakan Barang Kena Pajak (BKP), PPN yang melekat pada transaksi tanah tidak dapat dikreditkan.

Sebaliknya, untuk bangunan yang merupakan BKP, PPN atas pembelian bangunan dapat dikreditkan jika memenuhi syarat-syarat berikut:

Pembeli merupakan PKP.

Bangunan tersebut digunakan untuk mendukung kegiatan usaha yang menghasilkan BKP atau JKP.

Faktur Pajak atas transaksi tersebut valid dan sesuai dengan ketentuan.


Kondisi Khusus: Pemisahan Tanah dan Bangunan

Dalam praktiknya, sering terjadi pembelian tanah dan bangunan dilakukan secara bersamaan, terutama dalam pembelian properti seperti rumah atau gedung. Untuk transaksi seperti ini, pemisahan antara nilai tanah dan nilai bangunan sangat penting, karena hanya bagian bangunan yang menjadi objek pengenaan PPN. Sebagai contoh:

Jika total nilai properti adalah Rp1 miliar, dan Rp600 juta diatribusikan pada tanah, sedangkan Rp400 juta untuk bangunan, maka PPN hanya dikenakan pada nilai Rp400 juta.

Pajak Masukan yang terkait dengan bagian bangunan tersebut dapat dikreditkan oleh PKP, asalkan syarat administratif terpenuhi.


Tanah dalam Perspektif Non-Objek PPN

Berdasarkan ketentuan perpajakan, tanah yang tidak dikenakan PPN digolongkan sebagai non-objek pajak. Hal ini bertujuan untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam menjaga keterjangkauan harga tanah bagi masyarakat. Namun, perlu dicatat bahwa tanah yang menjadi bagian dari properti untuk tujuan komersial (misalnya, pusat perbelanjaan atau hotel) tetap tidak dikenai PPN, meskipun bangunan di atasnya dikenakan.

Kesimpulan

Dengan demikian, PPN atas pembelian tanah tidak dapat dikreditkan karena tanah bukan merupakan Barang Kena Pajak. Sebaliknya, PPN atas pembelian bangunan yang merupakan bagian dari properti dapat dikreditkan, asalkan bangunan tersebut digunakan untuk kegiatan usaha yang menghasilkan BKP atau JKP dan memenuhi syarat pengkreditan Pajak Masukan.

Bagi pembeli yang merupakan PKP, penting untuk memastikan pemisahan nilai tanah dan bangunan dalam transaksi properti, serta mematuhi ketentuan administratif seperti penerbitan Faktur Pajak yang valid. Hal ini tidak hanya membantu dalam penghitungan pajak yang tepat tetapi juga menghindari potensi sanksi pajak di kemudian hari.

Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar

Advertiser