Pajak Capital Gain di Indonesia: Penjelasan Lengkap
namaguerizka.com Apa itu Capital Gain?
Capital gain adalah keuntungan yang diperoleh individu atau badan usaha dari hasil penjualan atau pengalihan aset, seperti properti, saham, atau investasi lainnya, yang nilainya lebih tinggi daripada harga pembelian. Dalam konteks perpajakan, keuntungan ini dianggap sebagai penghasilan sehingga dikenakan Pajak Penghasilan (PPh).
Tarif Pajak Capital Gain di Indonesia
Secara umum, tarif pajak capital gain di Indonesia adalah 10% dari keuntungan bruto. Namun, tarif ini dapat bervariasi tergantung pada jenis aset yang dijual atau dialihkan serta subjek pajaknya (individu atau badan usaha). Berikut adalah rincian tarif pajak capital gain:
1. Keuntungan Modal atas Saham yang Diperdagangkan di Bursa Efek
Untuk transaksi saham yang diperdagangkan di bursa efek, dikenakan tarif 0,1% dari nilai bruto transaksi (sudah dipotong langsung melalui broker).
Jika pemegang saham adalah Wajib Pajak Dalam Negeri dan menerima dividen dari saham tersebut, dividen tersebut dikenakan pajak final 10%.
2. Keuntungan Modal atas Penjualan Properti
Penjualan properti seperti tanah dan/atau bangunan dikenakan Pajak Penghasilan Final sebesar 2,5% dari harga jual.
Pajak ini berlaku sebagai final, artinya tidak perlu dilaporkan kembali dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.
3. Keuntungan Modal Non-Bursa (Saham Pribadi atau Aset Lainnya)
Keuntungan dari penjualan saham non-bursa atau aset lain dikenakan tarif Pajak Penghasilan Badan normal sesuai UU PPh, yaitu 10% hingga 30%, tergantung jenis aset dan Wajib Pajaknya.
4. Penghasilan dari Keuntungan Modal bagi Badan Usaha
Badan usaha dikenakan tarif PPh Badan normal, yaitu 22% (per 2024). Keuntungan modal masuk dalam kategori penghasilan kena pajak perusahaan dan dihitung bersama dengan laba usaha lainnya.
Bagaimana Perhitungan Pajak Capital Gain?
Contoh 1: Penjualan Saham di Bursa Efek
Misalkan Anda menjual saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan nilai transaksi Rp100 juta. Pajak yang harus dibayarkan:
Pajak Final = 0,1% × Rp100 juta = Rp100.000.
Jumlah ini langsung dipotong oleh broker saat transaksi dilakukan.
Contoh 2: Penjualan Properti
Anda menjual rumah dengan harga Rp1 miliar. Pajak yang dibayarkan:
Pajak Final = 2,5% × Rp1 miliar = Rp25 juta.
Pembayaran pajak ini harus dilakukan sebelum atau pada saat transaksi melalui notaris.
Contoh 3: Penjualan Aset Non-Bursa oleh Badan Usaha
Sebuah perusahaan menjual aset berupa kendaraan operasional senilai Rp500 juta (harga jual) dengan harga perolehan Rp300 juta. Keuntungan modal sebesar Rp200 juta akan dikenakan tarif PPh Badan sebesar 22%.
Pajak yang Dibayarkan = 22% × Rp200 juta = Rp44 juta.
Mekanisme Pembayaran Pajak Capital Gain
1. Pajak Final (Saham Bursa dan Properti)
Langsung dipotong oleh pihak ketiga (broker atau notaris).
Wajib Pajak tidak perlu menyetorkan sendiri pajak ini ke negara.
2. Pajak Non-Final (Aset Non-Bursa dan Lainnya)
Wajib Pajak harus menghitung sendiri keuntungan modalnya.
Pajak disetorkan melalui Surat Setoran Pajak (SSP) sebelum melaporkan dalam SPT Tahunan.
Sanksi atas Ketidakpatuhan
Jika Wajib Pajak tidak melaporkan atau membayar pajak atas capital gain, mereka dapat dikenakan:
Denda keterlambatan pembayaran: 2% per bulan dari jumlah pajak terutang.
Sanksi administratif: Sebesar 100% dari jumlah pajak yang tidak dibayar.
Pemeriksaan pajak dan tuntutan pidana, jika ditemukan indikasi penghindaran pajak.
Kesimpulan
Pajak capital gain di Indonesia dirancang untuk memastikan bahwa setiap individu atau badan usaha membayar pajak atas penghasilan yang mereka peroleh dari penjualan aset. Tarif pajak ini bervariasi tergantung pada jenis transaksi dan subjek pajaknya, mulai dari 0,1% hingga 22%. Penting bagi setiap Wajib Pajak untuk memahami aturan ini dan melaporkannya sesuai ketentuan agar terhindar dari sanksi.
Jika Anda ragu tentang perhitungan atau mekanisme pelaporan pajak capital gain, konsultasikan dengan konsultan pajak atau hubungi Kantor Pajak setempat untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap.