Apakah PNS Harus Mundur Jika Maju dalam Pilkada?
namaguerizka.com Dalam sistem demokrasi Indonesia, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) menjadi ajang penting untuk memilih pemimpin di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Pilkada ini menjadi momentum bagi berbagai kalangan untuk mencalonkan diri, termasuk Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS). Namun, muncul pertanyaan yang sering kali mengundang diskusi, yaitu: apakah seorang ASN atau PNS harus mundur dari jabatannya jika ingin maju dalam Pilkada?
### Ketentuan Hukum: Undang-Undang ASN
Jawaban atas pertanyaan ini sebenarnya telah diatur dengan tegas dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Mengacu pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), terdapat aturan bahwa PNS yang ingin mencalonkan diri dalam pemilihan kepala daerah diwajibkan untuk mengundurkan diri. Hal ini berlaku baik bagi mereka yang mencalonkan diri sebagai bupati, wali kota, gubernur, maupun posisi politik lainnya yang diperebutkan melalui mekanisme Pilkada.
Kewajiban untuk mundur dari jabatan ASN ketika maju dalam Pilkada diperkuat oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Pasal 7 Ayat (2) huruf t UU tersebut mengatur bahwa ASN, anggota TNI, Polri, dan pejabat BUMN/BUMD yang mencalonkan diri dalam Pilkada wajib mengundurkan diri dari jabatannya sejak saat mendaftarkan diri sebagai calon kepala daerah.
### Alasan ASN Wajib Mundur
Kewajiban ASN untuk mundur saat maju dalam Pilkada didasari oleh beberapa prinsip dan pertimbangan hukum serta etika. Beberapa alasan utama di balik ketentuan ini adalah:
1. **Netralitas ASN**
ASN dituntut untuk menjaga netralitas dalam setiap proses politik, termasuk dalam Pilkada. ASN sebagai pelayan publik diharapkan tidak terlibat dalam politik praktis karena tugas mereka adalah melayani masyarakat secara profesional tanpa memihak kepada kepentingan politik manapun. Jika seorang ASN mencalonkan diri dalam Pilkada tanpa mengundurkan diri, hal ini dikhawatirkan dapat menimbulkan konflik kepentingan serta merusak prinsip netralitas ASN yang dijunjung tinggi.
2. **Menghindari Penyalahgunaan Jabatan**
ASN yang tetap berada dalam jabatan saat maju dalam Pilkada memiliki peluang untuk menyalahgunakan wewenang dan fasilitas negara yang dimilikinya untuk kepentingan politik. Dengan mewajibkan ASN mundur, diharapkan potensi penyalahgunaan fasilitas negara dapat diminimalkan, sehingga tercipta kompetisi politik yang lebih sehat dan adil.
3. **Komitmen dalam Politik**
Maju dalam Pilkada merupakan keputusan besar yang memerlukan komitmen penuh dari setiap calon. Dengan mewajibkan ASN mundur dari jabatannya, hal ini menunjukkan keseriusan seorang ASN dalam mencalonkan diri serta fokus pada tanggung jawab politik yang akan diemban jika terpilih. Ini juga mencegah adanya ketidakpastian dalam urusan administratif dan pemerintahan yang dapat terjadi jika ASN tetap menjabat sambil mencalonkan diri.
### Pandangan Penjabat Bupati Jayapura
Penjabat (Pj) Bupati Jayapura, Triwarno Purnomo, S.STP., M.Si., pada Selasa, 30 Juli 2024, juga menegaskan kewajiban ASN untuk mengundurkan diri jika maju dalam Pilkada. Dalam keterangannya kepada media di Sentani, ia menjelaskan bahwa ketentuan ini merupakan bagian dari upaya menjaga integritas dan netralitas ASN dalam proses politik. Pernyataan Pj Bupati ini sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang telah disebutkan sebelumnya, di mana ASN yang berkeinginan untuk terjun ke dunia politik wajib meninggalkan status kepegawaiannya.
Triwarno Purnomo juga mengingatkan bahwa keputusan untuk maju dalam Pilkada bukanlah hal yang mudah, terutama bagi ASN yang telah mengabdikan diri dalam sistem pemerintahan selama bertahun-tahun. Namun, aturan ini harus dipatuhi demi menjaga tatanan birokrasi yang profesional dan tidak terpolarisasi oleh kepentingan politik.
### Prosedur Pengunduran Diri ASN
Bagi ASN yang memutuskan untuk mencalonkan diri dalam Pilkada, terdapat prosedur resmi yang harus diikuti terkait pengunduran diri. Prosedur tersebut meliputi pengajuan surat pengunduran diri secara tertulis kepada pejabat pembina kepegawaian di instansi tempat ASN tersebut bekerja. Proses pengunduran diri ini harus diselesaikan sebelum ASN mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai calon kepala daerah.
Setelah surat pengunduran diri diterima dan diproses, status ASN yang bersangkutan akan dicabut, dan ia tidak lagi memiliki hak-hak serta kewajiban sebagai ASN. Pengunduran diri ini bersifat final dan tidak dapat ditarik kembali, terlepas dari hasil Pilkada yang akan diikuti.
### Dampak Bagi Karier ASN
Keputusan untuk mundur dari jabatan ASN tentunya memiliki dampak yang cukup besar bagi karier seorang ASN. Setelah mengundurkan diri, ASN tidak dapat kembali ke posisi kepegawaiannya meskipun ia tidak terpilih dalam Pilkada. Oleh karena itu, keputusan ini sering kali dipertimbangkan dengan matang oleh ASN yang ingin mencalonkan diri. Mereka harus siap untuk kehilangan status ASN yang telah dibangun selama bertahun-tahun jika memutuskan untuk terjun ke dunia politik.
Namun, di sisi lain, jika seorang mantan ASN terpilih sebagai kepala daerah, mereka memiliki kesempatan untuk mengimplementasikan pengalaman dan pengetahuan birokrasi yang dimiliki selama menjadi ASN untuk membangun daerah yang dipimpinnya. Kombinasi antara pengalaman sebagai ASN dan tanggung jawab politik sebagai kepala daerah dapat menghasilkan pemimpin yang memahami dengan baik proses pemerintahan serta kebutuhan masyarakat.
### Kesimpulan
Maju dalam Pilkada sebagai calon kepala daerah bagi seorang ASN bukanlah keputusan yang ringan, karena mereka harus siap untuk meninggalkan jabatan dan status ASN yang telah dimiliki. Kewajiban untuk mundur dari jabatan ASN bertujuan untuk menjaga netralitas, mencegah penyalahgunaan wewenang, serta memastikan komitmen penuh dalam proses politik. ASN yang berniat mencalonkan diri diharuskan mengikuti prosedur pengunduran diri yang telah diatur oleh peraturan perundang-undangan, dan keputusan ini bersifat final.
Dengan begitu, aturan ini diharapkan dapat menciptakan kompetisi politik yang adil dan transparan, serta memastikan birokrasi tetap netral dan profesional, sehingga pelayanan publik tetap berjalan dengan baik tanpa adanya pengaruh politik praktis.